Syair Pujangga Desa
Karya : Budianto
Merasakan indahnya duduk di bangku kuliah dan mendapatkan gelar mahasiswa menjadi bertambahnya tumpukan motivasi bagi Rudi. Pria kelahiran 1987 ini menghabiskan masa kecilnya hingga menuai dewasa tinggal bersama ibu dari ibu kandungnya. Tinggal disebuah perkampungan kecil yang berpenduduk tak lebih dari seratus kepala keluargga. Bermain, bercanda sudah menjadi bahan dalam pergaulannya. Namun dia juga tak jarang menyempatkan waktunya untuk serius memikirkan kehidupan dan cita-citanya. Menulis adalah bagian dari hidupnya. Untaian kata mutiara, puisi-puisi karyanya menjadi senjata teman-temannya dalam mengagumi pria yang satu ini. Tak jarang teman-teman sepergaulan dia merindukan karya-karya yang baru, hasil dari rakitan kata demi kata yang dia rangkai.
Dani misalnya, Teman akrab sekaligus tetangga lima samping di sebelah rumah Rudi, sering meminta bantuan untuk di buatkannya sebuah puisi cinta. Demi mendapatkan Dewi, Dani yang kesehariannya bekerja sebagai kuli bangunan itu merayu wanita idamannya dengan puisi-puisi karya Rudianto, Dewipun langsung klepek-klepek di buainya.
***
Mempunyai motivasi dan semangat yang tinggi untuk menimba ilmu sudah menjadi pengharapan yang harus didiskusikan kepada kedua orang tuannya. Tepatnya seminggu setelah lulus SMA Negeri, Ia langsung menyematkan waktunya untuk pergi kerumah orang tuannya yang tak jauh dari tempat tinggal dia sekarang bersama neneknya. Sore itu saat senja sedang tersenyum rapi, serapi dandanannya, Rudi yang mengenakan baju kemeja putih dan celana keper berwarna hinjau lumut datang menjumpai ayah dan ibu kandungnya. Bak pepatah “ Pucuk di Cinta Ulampun Tiba “, saat sampai di depan pagar halaman rumahnya Rudi melihat kedua orang tuanya sedang duduk nyantai sambil menikamati secangkir kopi dan gorengan ketela yang di keroyok bersama-sama dengan adik dan cucu kesayanngannya.
“Assalamualaikum..”.
Kataku sambil tersenyum kepada semuanya, seakan membuyarkan suasana, tapi tak apalah pikirku sembari melanjutkan senyum.
“Waalaikum salam” Jawab Ayah dan adik.
Hal yang sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga kami kalau datang atau berkunjung kerumah harus memberi salam kepada yang lebih tua. Setelah kusalam tangan ayah akupun langsung pergi ke dapur menjumpai ibu yang sedang asik menyiapakan makan malam untuk nanti malam.
***
Malam ini sepertinya aku harus tidur di rumah ayah, agar keinginanku untuk menyampaikan suatu maksud bisa tercapai, saat Magrib tiba biasanya ayah langsung pergi ke masjid untuk menjalankan kewajian, dan ayah pasti pulangnya setelah sholat Isya. Setelah menunggu sekian jam akhirnya semua unek-unek kusampaikan sama orang tuaku. Jam sudah menunjukan pukul 20.53 WIB, kulihat adik-adik sudah mulai nggelosor ke kamarnya masing-masing. Tinggallah ayah, ibu dan aku yang belum tidur. Sambil menikmati cahaya bulan dan suasana yang agak sunyi, aku mengatakan sesuatu sama kedua orang tuaku.
“Pak, Buk” Kataku lirih rada-rada ketakutan
“Rudi mau ngelanjutin kuliah pak”
“Rudi kepingin jadi seorang mahasiswa”.
Sesaat setelah ku curahkan kata itu ayah tersenyum, tapi lain halnya dengan ibu yang bersikap biasa, Mungkin karna faktor kecapean ibu yang lelah bekerja tadi pagi sampai siang. Tapi ibu pasti mendengar kok. Biasanya ibu hanya memanjakan pinggangnya dengan bergolek-golek di kursi busa yang terletak di teras rumah.
”Memangnya kamu mau kuliah dimana Rud”
“Disinikan tidak ada kampus”
“Paling ada ya di kota sana, itupun biayanya mahal”
Tutur ayah menanggapi pertannyaanku tadi.
Mendengar peryataan ayah tadi, jantungkun langsung berdegub. Melihat cahaya rembulanpun rasanya tak kuasa lagi. Pandanganku mulai sedikit terarah pada bola lampu pijar yang sedang dikerubuti laron-laron, maksudku hanya untuk mencari selimuran hati agar rasa takutku untuk mengungkapkan berbagai pengharapan pada ayah bisa kusampaikan. Kulihat ayah meneguk kopinya yang sudah tinggal setengah gelas, di oleskannya endapan kopi tadi pada sebuah rokok, kemudian menyulam dan menghisapnya dengan sabar. Sesekali aku dan ayah nggobrol masalah agama, ayah mengajarkanku ilmu tentang ketakwaan kepada Allah SWT. Bagiku ilmu agama lebih penting dari ilmu-ilmu yang lain, makanya saat ayah menjenjelaskan akan hal itu rasanya aku tak ingin sedikitpun bermaksud untuk memotongnya. Ketika malam mulai senyap barulah ayah menanggapi semua apa yang hendak ku sampaikan, ternyata ayah sudah mengetahui apa sebenarnya yang ingin aku sampaikan.
Ayah bukannya tidak mau menanggapinya dari tadi, hanya saja ayah tak ingin hal ini terdengar sama adik-adik, karna mereka juga butuh perhatian pendidikan juga sama seperti halnya aku, hanya saja mereka baru lulus SLTP.
***
Saat malam mulai bermuara pada pertengahannya, barulah ayah meberiku beberapa petuah hidup, bukan hanya tentang keinginanku untuk masuk kuliah, tapi ayah juga memberiku bekal semangat yang tiada tara, kata-kata yang tak kusangka sebelumnya ternyata muncul dari hati ayah yang paling dalam.
“Kuliahlah nak”
“Jangan pikirkan biayanya,”
“tapi tanamkanlah bahwa kamu harus bisa berhasil untuk memperbaiki Negeri”.
kata yang mengajarkanku kejalan tatapan masa depan, kata yang memberiku tanggung jawab dalam hidup, karena dibalik kata ayah yang singkat terdapat berjuta motivasi, semangat dan tanggung jawab yang harus ku embaan dari sekarang.
Kini rasanya berjuta melodi indah menyanyikan nada-nada sanjung dalam hati. Hatiku sangat riang ketika ayah menyuruhku untuk kuliah. Setelah itu, sejenak ku pandangi bulan yang juga ikut tersenyum merayakan dengan benda langit lainnya atas keberanianku dan keberhasilanku menyampaikan keinginan yang satu tahun lebih mengembara dalam benak hati. Ayah mulai masuk rumah, sambil membawa gelas yang berisikan endapan kopinya tadi. Ibu sudah satu jam yang lewat memasuki rumah. Sedangkan aku masih menikmati suasana malam yang penuh warna ini, sambil bercerita dengan cahaya rembulan sampai aku terhanyut dalam lamunan menduduki bangku perkuliahan. Selang lebih kurang lima menit kemudian, barulah aku memasuki rumah dan tidur di kamar depan.
***
Dua hari setelah malam itu aku langsung berkemas mempersiapkan bekal untuk kuliah nanti, maklum saja ini pertama kalinya merantau istilahnya, pergi meninggalkan kampung halaman sedih rasanya, apa lagi harus pisah sama keluarga, terlebih-lebih sama nenek yang telah membesarkanku sejak aku berusia empat tahun. Tapi ini harus kulakukan demi masa depan dan petuah ayah kemaren. Pakaian dan peralatan persyaratan pendaftaran kuliah telah aku persiapkan dalam tas ranselku. Malam ini aku berangkat ke kota Medan jarak tempuhnya mencapai kurang lebih sebelas jam kata abangku yang sering pergi pulang ke daerah itu dengan mobil kerjaanya.
***
Kunikmati perjalanan ke kota Medan dengan menaiki mobil Himpak bernomor 109, mobil ini salahsatunya yang bertrayek Aceh Singkil – Medan. Setibanya di kota kulihat keramaian kota dengan banyaknya mobil dan kereta yang berlalu lalang di jalanan. Dengan berbekal denah lokasi kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara yang terletak di jalan Kapten Mukhtar Basri aku bertanya kepada beberapa orang disekitar, akhirnya kunaiki becak bermotor dari daerah Jalan Bintang menuju kampus yang kutuju. Dikampus ini kudaftarkan diri dengan mengisi beberapa persyaratan masuk kuliah. Sampai akhirnya beberapa minggu kemudian ternyata aku diterima dan lulus dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru tahun ini. Mengikuti semua peraturan dikampus dan mulai bergabung dengan kawan-kawan dari berbagai daerah, pada semester empat aku mulai belajar dan ikut-ikutan kegiatan organisasi kampus, kala itu masih menjadi anggota di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), selang satu tahun baru menjabat sebagai Ketua Bidang dalam organisasi tersebut, dan pada saat sudah semester enam kawan-kawan mempercayaiku untuk menjadi Ketua Umum HMJ, selain itu organisasi-organisasi luar juga ku ikuti diantaranya menjabat sebagai ketua umum HMJ BSI Sumatera Utara, mendirikan organisasi Komunitas Penulis Anak Kampus dengan teman-teman dari Universitas lain, serta masih banyak juga jabatan yang lain di organisasi yang berbeda. Pada jenjang semester tujuh kawan-kawan mempercayakan jabatan ketua umum Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP UMSU priode 2008/2009 . Banyak pengalaman, banyak ilmu, banyak tanggung jawab yang tak bisa terlupakan selama berorganisasi.
***
Masa kuliah memang mengasyikan, berbagai rintangan dan perjuangan seperti pada saat proses penyusunan proposal sampai ke skripsi kujadikan pengalaman yang cihui, melewati banyak rintangan, menunggu mukjijatnya acc dari dosen pembimbing, proses pengambilan data di sekolah, sekali-kali ku garuk-garukkan kepala dan terkadang ada juga jingkrak-jingkrak ketika data yang telah tersusun sepaham dengan keinginan dosen pembimbing. Lain hal nya saat sedang di kos-kosan, dengan teman-teman membingkai nasip sepenanggungan, buat pesta kecil-kecilan saat kiriman datang, diskusi dengan perut yang menuntut haknya, kadang kantong kering sebelum waktunya, suasana bulan puasa mengimla catatan indah, dapat tagihan bulanan uang kos, dan masih banyak yang lain dan terus meniangkan kenangan, Aku sendiri nyaris seperti orang gila saat membayangkan kenangan itu. Tak jarang juga aku melanjutkan kebiasaan membuat puisi-puisi maupun cerita pendek, kebiasaan yang sudah kuterapkan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Hal ini kulakukan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan menulis karya sastra di Taman Budaya Sumatera Utara serta di tempat-tempat yang lain. Kalau dulu kawan-kawan masa kecilku sering meminta beberapa puisi, tapi sekarang tidak, mereka sudah bisa mandiri membuat karya sendiri, bekal yang kuberikan sebagai motivasi bagi mereka sebelum aku pergi merantau ternyata di pahami dan di terapkan. Di kota ini aku sering mengapresiasikan bakat menulisku dengan mengirimkan karya-karya kedalam media massa, Alhamdulilah beberapa karyaku dimuat, dan hasilnya lumayan, karna setiap puisi yang terbit satu judulnya saja itu Rp.25.000, dan kuhitang sudah lebih dari 12 karyaku diterbitkan media Analisa Sumatera Utara.
***
Nah, itulah kawan perjalanan hidupku yang telah kutuangkan dalam buku ini. Sekarang masa akhir perkuliahanku hampir selesai, karna saat ini aku tinggal menunggu datangnya waktu untuk mengikuti sidang meja hijau. Sembari terus melanjutkan program kerja BEM FKIP UMSU yang tinggal hitungan bulan lagi. Aku masih terus ingin menatap masa depan dan menambah ilmu pengetahuan, sampai ku berhasil mewujutkan kata-kata ayah empat tahun yang lalu,
“Tanamkanlah Bahwa Kamu Harus Bisa Berhasil Untuk Memperbaiki Negeri”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar